Motto

If I Never Try, I Never Know The Result. God Knows I Worth It

Rabu, 29 April 2015

Kinanthi

30 April 2015 
Rasanya ada yang beda hari ini, entah apa yang sudah terjadi entah apa yang sudah terlewati. Sudahlah nikmati hari ini, kau sudah bekerja keras hati, nikmatilah istirahatmu, berdamailah denganku. 
“Kinanthi“ buku yang sedang kubaca hari ini, lembar demi lembar kubuka dan aku berhenti pada halaman ini. Halaman 348, 349, 350, tulisan seorang kinanthi kecil yang kini menjadi Prof. Kinanthi Hope, Ph.D untuk seorang Ajuj. Aku tidak hanya berhenti pada halaman ini, aku masuk dalam setiap kalimatnya, aku merasakan tulisanya.
 
Mengapa kau tetap bergeming di kepalaku dan tak hendak pergi?
Bukankah sudah kupersilahkan kepadamu untuk terbang mengawan? 
Apa kabarmu hari ini? Masihkah sendu matamu itu? Aku tahu kau tak akan terganti. Sekuat apapun kedatangan orang baru pada hidupku, kamu akan selalu menang. 
Semakin jauh dari waktu ketika aku merasa memilikimu, meski aku tak pernah memilikimu. Sekarang tanpa menyalahkan janjimu, aku kehilangan semua kata-katamu. Bahwa aku selamanya bagimu. Bahwa … kau mengembalikanku ke masa itu. Tidakkah aku penting bagimu? Pernahkah kau memikiran sedang apa aku hari ini? Sementara ketika kau mendatangi mimpiku aku menangis. 
Aku merasakan kehadiranmu, saat itu. Aura hatimu. Senyum surgamu. Bahkan, setelah aku tak lagi berharap untuk bertemu, aku tetap menginginkan auramu. Berharap kamu mampir sejenak di bunga tidurku. Sejenak saja, dan itu sudah cukup membuatku menangis. Semakin aku merasa pernah memiliki, semakin keras rasanya kehilangan. Jadi, mana yang lebih baik? 
Tiba-tiba aku ketakutan dan kehilangan pegangan. Kali pertama setelah begitu jauh langkah kakiku dan aku tak pernah ragu atau berhenti. Tiba-tiba aku begitu rapuh dan berharap kau ada disini. Menatapku, mengetahui aku. Memahami apa yang ada di benakku … 
Masih berhakkah aku menemuimu, meluruhkan segala resahku. Mungkin sudah tidak lagi. Atau memang tidak pernah aku memiliki hak untuk itu. Yang pasti aku begitu merindukanmu … berkeinginan merengkuh tanganmu. Menangis dipelukmu. Bisakah? Tentu saja tidak. Kaupun pasti akan menolak. 
Mungkin, ini waktuku untuk melangkah lagi. Entah untuk apa , entah untuk siapa. Yang pasti bukan untuk diriku. 
Bukan mauku, melainkan memang takdir ini mengharuskanku berbuat begitu. Kau begitu kuat … Auramu begitu kuat. Aku sangan rindu … Sangat ingin mendengar hangat suaramu. 
Seperti dulu


“Kinanthi”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar